SURAT KEPUTUSAN

SURAT KEPUTUSAN
SK DARI MENTERI PERTAHANAN DAN KEAMANAN RI

Selasa, 14 Desember 2010

Kurang Diperhatikan, Daerah Perbatasan Tertinggal

BENGKAYANG. Kawasan perbatasan antar negara di Kalbar masuk dalam kategori daerah tertinggal terutama di Kecamatan Siding dan Jagoi Babang. Ketertinggalan ini terjadi karena kurangnya perhatian pemerintah, dimana kebijakan pembangunan selama ini lebih mengarah kepada kawasan yang padat penduduk dan mudah difungsikan hanya sebagai sabuk keamanan. Kondisi demikian menyebabkan sebagian besar desa di sepanjang perbatasan sulit dijangkau atau terisolir dan secara umum menikmati infrastruktur dasar yang sangat terbatas. Egarius, Anggota DPRD Bengkayang mengatakan, kawasan perbatasan Indonesia khususnya di perbatasan Kalimantan Barat dengan Negara Bagian Serawak Malaysia masih tertinggal dibandingkan dengan daerah lain di Indonesia. Apalagi jika dibandingkan dengan kondisi perbatasan di sepanjang wilayah negara tetangga Malaysia, sungguh sangat kontras perbedaannya hingga saat ini. “Belum ada pembagian kewenangan yang jelas antara pemerintah pusat dengan pemerintah provinsi dan kabupaten dalam pengelolaan kawasan perbatasan. Kawasan perbatasan dengan negara tetangga merupakan wilayah yang secara khusus perlu diperhatikan,” tegas Legislator dari Partai Demokrat ini kepada Equator ditemui diruang kerjanya, belum lama ini. Wakil rakyat dari Dapil III ini menjelaskan sengan spesifikasi dan nilai trategis kawasan perbatasan, Pemerintah Daerah memerlukan kewenangan yang besar untuk dapat mengembangkan kawasan perbatasan menjadi kawasan pertumbuhan ekonomi baru di era otonomi daerah saat ini. Selama ini, tanggungjawab pengelolaan wilayah perbatasan hanya bersifat koordinatif antar-lembaga pemerintah departemen dan non departemen, tanpa ada sebuah bertanggungjawab melakukan manajemen perbatasan dari tingkat pusat hingga daerah. Selama beberapa puluh tahun kebelakang masalah perbatasan masih belum mendapat perhatian yang cukup dari pemerintah. Hal ini tercermin dari kebijakan pembangunan yang kurang memperhatikan kawasan perbatasan dan lebih mengarah kepada wilayah-wilayah yang padat penduduk, aksesnya mudah,dan potensial, sedangkan kebijakan pembangunan bagi daerah-daerah terpencil, terisolir dan tertinggal seperti kawasan perbatasan masih belum. Kejahatan di perbatasan (border crime) seperti penyelundupan kayu, barang,dan obat-obatan terlarang, perdagangan manusia, terorisme, serta penetrasi ideologi asing telah mengganggu kedaulatan serta stabilitas keamanan diperbatasan negara. “Selama ini, kawasan perbatasan Indonesia terutama di Kecamatan Siding dan Jagoi Babang hanya dianggap sebagai garis pertahanan terluar negara, oleh karena itu pendekatan yang digunakan dalam mengelola perbatasan hanya pada pendekatan keamanan. Padahal, di beberapa negara tetangga, misalnya Malaysia, telah menggunakan pendekatan kesejahteraan dan keamanan secara berdampingan pada pengembangan wilayah perbatasannya,” terang Egarius. Dengan kondisi yang demikian sehingga pada level lokal permasalahan yang dihadapi oleh masyarakat yang ada dikawasan perbatasan saaat ini hanya keterisolasian, keterbelakangan, kemiskinan, mahalnya harga barang dan jasa, keterbatasan prasarana dan sarana pelayanan publik (infrastruktur), rendahnya kualitas SDM pada umumnya, dan penyebaran penduduk yang tidak merata. “Kawasan perbatasan antar negara di Kalbar masuk dalam kategori daerah tertinggal terutama di Kecamatan Siding dan Jagoi Babang. Ketertinggalan ini terjadi karena kurangnya perhatian pemerintah, dimana kebijakan pembangunan selama ini lebih mengarah kepada kawasan yang padat penduduk dan mudah difungsikan hanya sebagai sabuk keamanan. Kondisi demikian menyebabkan sebagian besar desa di sepanjang perbatasan sulit dijangkau atau terisolir dan secara umum menikmati infrastruktur dasar yang sangat terbatas, terutama di Kecamatan Siding tempat asal saya,” ungkap pria asal Desa Sungkung Kecamatan Siding ini. Macam mana mau berkembang dan investor swasta tertarik, dengan situasi dan kondisi seperti saat ini. sumberdaya alam yang demikian potensial belum dapat dikelola secara optimal karena tidak dapat dijangkau. Kesamaan budaya, adat, dan keturunan di kawasan perbatasan telah melahirkan kegiatan lintas batas tradisional, yang sebagian diantaranyabersifat ilegal dan sulit dicegah. Egarius mengakui, kegiatan lintas batas tradisional ini telah berlangsung lama dan pada awalnya didorong oleh kebutuhandan manfaat bersama bagi penduduk kedua negara di perbatasan. Hal ini dianggap wajar karena tidak diperhatikan oleh pemerintah sehingga mereka terisolir. Untuk memenuhi sembako saja susah payah menuju pasar terdekat sehingga memilih negeri jiran yang akses dan harganya murah dan cepat. Egarius menyayangkan, seiring dengan perjalanan waktu, kegiatan lintas batas tradisional tersebut mulai dimanfaatkan oleh oknum-oknum tertentu dari kedua negara untuk melakukan kegiatan ilegal, yaitu berupa transaksi dagang yang melebihi ketentuan atau bahkan berupa penyelundupan. Kegiatan ilegal ini khususnya dilakukan untuk jenis komoditi yang memiliki selisih harga relatif tinggi diantara kedua negara. Ironisnya,pelaku kegiatan ilegal ini sebagian besar justru penduduk yang berasal dari luar perbatasan. Kalaupun ada penduduk asli perbatasan terlibat umumnya memperoleh peran serta bagian keuntungan yang kecil. (cah)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar